Indonesia Performance Camp 2024, Ruang Berbagi dan Mengalami Antarpelaku Seni

×

Indonesia Performance Camp 2024, Ruang Berbagi dan Mengalami Antarpelaku Seni

Bagikan berita
Indonesia Performance Camp 2024, Ruang Berbagi dan Mengalami Antarpelaku Seni
Indonesia Performance Camp 2024, Ruang Berbagi dan Mengalami Antarpelaku Seni

HALONUSA - Indonesia Performance Camp (IPC) 2024 dilaksanakan mulai tanggal 10–13 September 2024 di Fabriek Bloc Padang.

Kegiatan yang dipersiapkan kurang lebih 3 bulan ini merupakan kolaborasi antarjaringan, di antaranya Indonesia Performance Syndicate (IPS), Komunitas Seni Nan Tumpah, Fabriek Bloc, Nusantara Art, dan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Program Studi (prodi) Seni Teater.

“IPC 2024 menjadi ruang temu di mana setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman soal teknik ketubuhan. Tanggal 10-12 September 2024 akan diisi dengan workshop ketubuhan. Puncaknya, tanggal 13 September 2024 akan ada penampilan kolaborasi dan berkelompok dari para performance,” ujar Wendy HS, pimpinan Indonesia Performance Cyndicate (IPS), (10/9).

Workshop IPC diikuti oleh 15 peserta yang berasal dari perwakilan komunitas pertunjukan di Sumatera Barat, serta dimentori oleh Wendy HS dan duet Mutsumi-Neiro. Wendy HS akan mengenalkan soal Total Body Performance Method.

Metode ini merupakan formulasi dari 3 elemen, yaitu gerak dan bunyi pada Tapuak Galembong dalam tradisi Randai di Minangkabau Sumatera Barat serta formasi dasar ketubuhan Silek (Minangkabau Martial Art).

“Total Body Performance Method meleburkan batas disiplin antara seni teater, tari, dan musik menjadi satu kesatuan pertunjukan. Metode ini merupakan bentuk pencarian artistik dari karya seni pertunjukan atas pembacaan terkait kondisi sosial dan alam. Sekaligus sebagai upaya untuk membangun kembali kepekaan manusia terhadap ruang dan semesta,” jelas Wendy.

Sedangkan, Mutsumi Yamamoto dan Neiro akan memperkenalkan Butoh. Butoh adalah kesenian yang diperkirakan berkembang sekitar tahun 1950-an dan dipelopori oleh Kazuo Ohno dan Tatsumi Hijikata, tepatnya di tengah kekacauan pascaperang dunia kedua.

Ciri gerakannya cenderung tidak ritmis, spontan, dan menolak batasan-batasan konvensional dalam seni pertunjukan.

“Butoh akan selalu seperti bayi. Ia melebihi tari dan puisi, selalu bertumbuh dalam eksplorasi dari berbagai bentuk kemungkinan. Pada akhirnya kita akan menemukan bahwa diri sendiri adalah guru dari setiap eksplorasi itu. Dan Butoh tidak spesifik tentang Jepang, tapi lebih ke soal kemanusiaannya,” ujar Neiro.

Pada Butoh, kita tidak akan menemukan gerakan anggun dan gemulai serta musik yang harmoni seperti balet klasik atau pertunjukan Barat yang populer di era perang dunia ke-2. Ritme musik yang digunakan bisa tiba-tiba melambat dan cepat. Ekspresi dan geraknnya juga sangat beragam.

Editor : Heru Candriko
Bagikan

Berita Terkait
Terkini
KPU Pandarlih