HALONUSA - Galanggang Arang Pamenan Anak resmi berakhir pada 22 Agustus 2024 di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat, ditandai dengan pemutaran dua film bertema warisan budaya.
Film yang diputar yaitu "Lia Eeruk – Matotonan" dan "The Journey of Coal Mining Sawahlunto." Acara penutupan ini dihadiri oleh berbagai komunitas anak muda dari Kota Padang.
"Film 'Lia Eeruk – Matotonan' menggambarkan ritual adat masyarakat Mentawai untuk menghindari bencana atau musibah, sementara 'The Journey of Coal Mining Sawahlunto' menceritakan warisan tambang batubara di Sawahlunto," jelas Mahatma Muhammad, kurator Galanggang Arang, pada 22 Agustus.
Mahatma menyebutkan pemutaran film ini bertujuan sebagai media edukasi dalam bentuk visual kepada generasi muda terkait warisan budaya.
Film Lia Eeruk (2020) diputar untuk memperkenalkan salah satu entitas etnik yang ada di Sumatera Barat. Film ini diproduksi oleh Mancogu dengan sutradara Huddiyal Ilmi. Jadi Sumatera Barat itu didiami oleh banyak etnik, salah satunya Mentawai.
Sedangkan film The Journey of Coal Mining Sawahlunto (2023) diproduksi oleh kuratorial Kaba Baro pada Galanggang Arang. Kedua film ini merupakan bagian dari program Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek.“Pengetahuan tentang WTBOS harus didistribusikan dengan berbagai cara. Sasarannya adalah anak muda, karena mereka yang menjadi estafet dalam kerja merawat, menjaga dan mengembangkan warisan budaya,” jelas Mahatma
Ossi Dharma, salah satu peserta pemutaran film menyampaikan dari kegiatan ini ia jadi banyak tahu tentang sejarah pertambangan Sawahlunto.
“Salah satu penyebab kenapa akhirnya dijadikan warisan dunia karena pada masanya batubara di Sawahlunto menghidupi berbagai aktivitas yang ada di dunia. Pertambangan Batubara Sawahlunto juga ternyata punya hubungan dengan pembangunan jalur perkeretaapian. Dan dibalik itu semua, ada fakta sejarah tentang orang rantai yang menjadi tahanan dan dipekerjakan paksa oleh Belanda,” ujar Ossi.
Helatan ini telah berlangsung selama 6 hari mulai dari tanggal 17 – 22 Agustus 2024 di 2 lokasi yaitu Museum Adityawarman dan Taman Budaya Sumatera Barat (TBSB).
Editor : Heru Candriko