Aksi tersebut dilakukan dengan memarkirkan seluruh mobil angkot di depan Balai Kota DKI dan memutuskan untuk tidak narik.
Aksi tersebut dilakukan lantaran upah para operator tergantung pada target kilometer. Namun, kemacetan di Jakarta membuat target ini sering tidak tercapai.
“Kita menyampaikan pada hari ini adalah yang paling urgent, kenapa sampai hari ini transportasi masih macet, ini adalah sebuah kelalaian dari Pemda yang langsung mengurus soal transportasi,” kata perwakilan dari Komilet Jaya, Jhon Kenedy saat melakukan aksi.
Ia mengatakan bahwa kemacetan di Jakarta yang tidak terselesaikan hingga kini merupakan kelalaian dari pemerintah.
Padahal, Jakarta macet atau tidak, semua sopir atau operator JakLingko Mikrotrans ditargetkan untuk bisa mencapai 100 km setiap harinya.
“Kontrak yang kita tanda tangani. Satu hari itu 200 km karena satu mobil dua shift, sopir pagi dan sopir siang. Ternyata, (target) ini pun banyak yang belum mencapai. Artinya, berdampak pada upah yang kita terima,” katanya.
Karena kemacetan yang terjadi di Jakarta, target tersebut tidak bisa tercapai, sehingga sopir-sopir tidak mendapatkan gaji mereka secara penuh.Terlebih, gaji mereka saat ini masih di bawah upah minimun provinsi (UMP) Jakarta, yaitu di kisaran Rp4,6 juta.
“Terkait upah kita, saat ini upah kita sangat jauh di bawah yang layak. Dan, keterlambatan juga sering dialami. Juga, kebutuhan (sehari-hari) sangat mendesak,” katanya.
Untuk saat ini, salah satu perwakilan dari massa tengah masuk ke dalam Balai Kota DKI Jakarta untuk bernegosiasi dengan pemerintah. Massa menuntut untuk bertemu langsung dengan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. (*)
Editor : Halbert Chaniago