Kedua, kawasan DAS dan sempadan sungai zona rawan banjir lahar dan erupsi Gunung Marapi dikonversi menjadi kawasan konservasi dan buffer zone sebagai peredam ancaman banjir lahar yang juga mempunyai nilai ekonomi tinggi (green economic).
Ketiga, pengurangan risiko banjir lahar Marapi (mitigasi) seperti sabo dam dan infrastruktur pengendalian aliran banjir lahar debris flow harus terencana baik.
“Ada sekitar 34 poin penting dari brainstorming ini. Lalu kita peras lagi, sehingga didapatkan 3 poin penting dari pokok-pokok pikiran seperti di atas. Pokok-pokok pikiran yang menjadi isi Deklarasi Padang II, sebagai kelanjutan Deklarasi Padang I tahun 2005 silam (pokok-pokok pikiran mitigasi gempa dan tsunami di Sumbar),” ungkap Ade.
Pokok-pokok pikiran ini dijelaskan Ade lebih jauh. Dikatakannya, penataan dilakukan dengan memindahkan pemukiman yang berada di dalam sempadan sungai rawan banjir lahar ke lokasi lain yang relatif lebih aman di dalam Nagari yang sama.
Daerah sepadan sungai yang rawan banjir lahar dialihkan menjadi kawasan konservasi yang produktif dengan menanam jenis vegetasi yang dapat berfungsi sebagai peredam banjir lahar sekaligus memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat setempat (Green Economic).
"Dengan upaya ini diharapkan dapat meminimalisir risiko bencana banjir lahar dan erupsi Gunung Marapi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar gunung," pungkas Ade.Salah seorang peserta diskusi, Ramdalel Bagindo Ibrahim mengapresiasi Patahan Sumatra Institute telah menaja agenda pasca galodo, sebagai wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap bencana.
“Sebagai bagian dari kegiatan ini, saya menaruh harapan baik kepada pihak-pihak (baca: pemerintah) untuk kita saling berbagi peran pada tahapan selanjutnya, karena memang begitulah seharusnya,” ujarnya.
Ia juga berharap mekanisme penanganan dan perlindungan (rehabilitasi-rekonstruksi) nantinya dilakukan secara kolaboratif dan saling menghormati, sesuai dengan kondisi yang ditemukan di setiap daerah (nagari) yang terdampak dan atau akan tertimpa bencana.
“Selain itu, prinsip kearifan dengan nagari harus menjadi pedoman utama dalam melaksanakan kerja-kerja rehabilitasi-rekonstruksi dan pemberdayaan penduduk pasca galodo ini,” tutupnya. (*)
Editor : Halbert Chaniago