HALONUSA - Pro dan kontra terkait kebijakan pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen mulai mencuat. Berbagai komentar dilontarkan di berbagai media massa.
Termasuk para pengamat yang juga menyayangkan kebijakan yang akan diberlakukan oleh pemerintah tersebut. Pasalnya, sudah cukup banyak potongan gaji yang dialami oleh para pekerja.
Konsultan Properti, Anton Sitorus menyatakan bahwa kebijakan tersebut dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau misalnya kayak begini, nggak bisa mesti salah satu aja. Kalau memang sudah ter-cover di JHT BPJS Ketenagakerjaan, ngapain ada ini lagi? Tapi ini perlu dilihat antara kelembagaan mesti duduk bareng antara BPJS sama Tapera," katanya seperti dilansir Halonusa dari Detik, Rabu 29 Mei 2024.
Ia menyampaikan agar potongan gaji untuk pengadaan rumah jangan sampai dobel. Anton menilai hal ini akan memberatkan karyawan yang mesti kena dua potongan.
Apalagi, perusahaan juga ikut menanggung iuran selain sudah dibebankan dengan setoran BPJS. Maka, ia mengatakan kebijakan tersebut perlu ditinjau kembali.Kemudian, ia menyampaikan pekerja swasta dan pekerja mandiri semestinya tidak diwajibkan mengikuti skema tersebut. Pemerintah sebaiknya memberikan pilihan bagi yang ingin ikut serta saja. Hal ini mengingat tabungan pada prinsipnya sesuatu yang tidak wajib.
Anton juga tidak setuju kalau Tapera disamakan dengan BPJS dalam hal penolakan masyarakat terhadap Tapera yang hanya di awal, lalu akan merasakan manfaatnya nanti. Menurutnya, urgensi iuran Tapera dan BPJS berbeda, sehingga tidak dapat disamakan.
Ia menjelaskan BPJS Kesehatan membantu perihal masalah kesehatan dan penyakit. Sementara BPJS Ketenagakerjaan untuk melindungi masyarakat yang tidak bekerja dan kehilangan pekerjaannya.
"Itu (BPJS) itu sangat mendasar. Kalau perumahan ini, menurut saya dan kebanyakan orang melihat bahwa ini bukan sesuatu yang harus, penting, (dan) mendasar sekali," katanya.
Editor : Halbert Chaniago